Share

Dosen FK UGM Dinobatkan Jadi Peneliti Muda Terbaik

Margaret Puspitarini , Okezone · Rabu 24 September 2014 12:07 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 24 373 1043545 Jh2PQorq6A.jpg Foto : Dosen FK UGM Dinobatkan Jadi Peneliti Muda Terbaik/UGM
A A A

JAKARTA - Satu lagi prestasi ditorehkan oleh civitas academica Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Kali ini giliran dosen UGM Gunadi yang meraih penghargaan sebagai peneliti muda terbaik dalam kompetisi Ristek Kalbe Science Award (RSKA) 2014.

Dosen bagian Ilmu Bedah, Divisi Bedah Anak, Fakultas Kedokteran (FK) UGM itu mendapatkan penghargaan atas konsistensinya menegakkan diagnosis suatu penyakit melalui pendekatan analisis genetik molekular. Dalam kompetisi itu Gunadi berhasil menyisihkan 44 peneliti muda lain dari berbagai lembaga maupun perguruan tinggi di Indonesia.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Penelitian tersebut dia beri judul The Importance of Molecular Genetics Analysis for Diagnosis of Diseases. “Penghargaan ini diberikan pada peneliti berusia di bawah 40 tahun yang telah memberikan kontribusi positif dalam pengembangan penelitian di bidang life sciences dan kesehatan,” kata Gunadi, seperti dikutip dari situs UGM, Rabu (24/9/2014).

Penelitian dengan menerapkan diagnostik melalui pendekatan analisis genetika molekular, khususnya pada penyakit anak sudah dilakukan Gunadi ketika menjalani pendidikan doktor di Kobe University Jepang sembilan tahun lalu. Mulai dari penyakit kelumpuhan otot pada anak (Spinal muscular atrophy), penyakit gangguan perkembangan kulit, rambut, dan kelenjar keringat (Hypohidrotic ectodermal dysplasia), hingga epilepsi.

Namun sejak empat tahun terakhir Gunadi fokus meneliti penyakit Hischprung atau Megakolon Kongenital. Penyakit langka pada anak tersebut merupakan kelainan bawaan yang terjadi karena penyumbatan saluran usus besar yang mengakibatkan pasien kesulitan buang air besar.

“Dari penelitian yang kami lakukan sejak 2010 silam diketahui bahwa terdapat peranan faktor genetik dalam kejadian penyakit megakolon kongenital ini. Sehingga tingkat kejadiannya akan berbeda-beda di setiap negara,” urai pria kelahiran Banyuwangi 34 tahun lalu itu.

Gunadi menyampaikan, penyakit genetik merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada bayi berusia kurang dari satu tahun. Hanya saja di Indonesia, penyakit bawaan ini masih sering diabaikan.

Tidak sedikit pasien datang ke rumah sakit dalam tingkat keparahan tinggi. Padahal penyakit ini bisa dideteksi sejak awal, bahkan saat berada dalam kandungan. Sehingga penting dilakukan sosialisasi pada tenaga kesehatan dan masyarakat akan pentingnya deteksi dini terhadap penyakit bawaan.

“Dengan pendekatan diagnosis penyakit melalui analisis genetik molekular harapannya penyakit bisa terdeteksi sejak awal sehingga bisa memberikan intervensi lebih dini. Dengan begitu angka kesakitan dan kematian anak bisa diturunkan secara signifikan,” papar Gunadi.

Dia berharap pendekatan tersebut bisa menjadi bagian dari pelayanan kesehatan rutin bagi masyarakat. Pasalnya selama ini hal tersebut belum masuk ke dalam pemeriksaan kesehatan rutin.

“Pemeriksaan darah masih terjangkau untuk masyarakat. Namun untuk pemeriksaan lebih lanjut seperti tes DNA butuh biaya besar. Jadi harapannya nantinya pemeriksaan genetika molekular bisa di-cover oleh BPJS Kesehatan,” tegasnya.

(mrg)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini