Share

KontraS Tolak RUU Advokat

Mohammad Saifulloh , Okezone · Senin 15 September 2014 10:56 WIB
https: img.okezone.com content 2014 09 15 339 1039123 07jsZ7ekHJ.jpg Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar
A A A

JAKARTA - Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat yang siap disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapat penolakan dari sejumlah pakar dan praktisi hukum.

 

RUU tersebut dinilai melemahkan profesi advokat, yang akhirnya menjauhkan masyarakat dari pencapaian keadilan.

Follow Berita Okezone di Google News

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

 

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar menilai, DPR tidak jelas dalam proses pemunculan RUU advokat, termasuk saat pembahasan dan tindak lanjutnya.

 

Perdebatan dan konten RUU Advokat, lanjut Azhar, tidak menjamin bantuan hukum bagi orang miskin. Tidak juga menjamin kualitas advokat ke depan dan tidak lebih menjamin integritas advokat sebagai institusi hukum. "Keberadaan Dewan Advokat Nasional dan multi bar lebih kepada bagi kekuasaan saja," tegas Haris di Jakarta, Senin (15/9/2014).

 

Senada dengan Haris, mantan komisioner KPK Chandra M Hamzah mengatakan, sekalipun DAN mirip model kepemimpinan KPK, namun tidak dapat diterapkan bagi organisasi advokat yang harus bersifat bebas dan mandiri.

 

"Jika RUU Advokat diloloskan, maka RUU tersebut berpotensi mengancam eksistensi standar mutu advokat dan akhirnya berujung pada buruknya jaminan perlindungan konsumen," kata Candra.

 

Munculnya RUU Advokat sebenernya pernah gugur dalam program legislasi nasional 2012, namun masuk kembali dalam prolegnas 2013 dan 2014. Candra juga mempertanyakan rasionalitas pembuatan RUU tersebut.

 

Pengusulan RUU diluar skema prolegnas harus memenuhi prasyarat limitatif, yakni keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam dan kondisi urgensi nasional lainnya (pasal 23 ayat 2, Undang-Undang Nomor 12/2011).

 

"Pembahasannya harus hati-hati, tidak boleh tergesa-gesa. Dan sebaiknya diserahkan kepada DPR mendatang," ingatnya.

(ful)

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini